Sabtu, 26 Juni 2010

BENARKAH MANUSIA BISA BERDIALOG DENGAN RUH?

BENARKAH MANUSIA BISA 
BERDIALOG DENGAN RUH?

"Ruh orang-orang yang masih hidup bisa bertemu
dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal dunia,
sebagaimana ruh di antara orang-orang 
yang hidup juga bisa saling bertemu." 


     Inilah tema yang terapkali menuai kontoversi di kalangan umat Islam. Bahkan, dikalangan para ahli agama sendiri, tidak ada kaat sepakat soal ini. Terkecuali di kalangan para sufi, dialog dengan ruh yang telah meninggal adalah suatu keniscayaan. Yang bisa melakukannya tentu saja adalah orang-orang yang dekat dengan Allah dari segi ketakwaannya.
     Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, "Ruh orang-orang yang masih hidup bisa bertemu dengan ruh orang-orang yang hidup juga bisa saling bertemu."
     Dari ungkapan di atas tampak bahwa orang yang sudah meninggal pun bisa diajak berdialog sebagaimana lazimnya bercakap dengan mereka yang masih hidup. Di dalam al-Qur'an, pengakuan adanya dialg antara orang yang masih hidup dengan ruh ini secara tidak langsung ditegaskan dalam surat Ali Imran ayat 169 yang artinya, "Janganlah kamu mengira orang yang meninggal di jalan Allah (fi sabillah) itu mati. Mereka adalah hidup dan mendapatkan rezeki (kenikmatan di alam lain) disisi Allah dan hanya Allah yang mengetahui alam lain itu."
     Ya, orang meninggal itu sebenarnya tidak begitu saja mati. Banyak tafsiran tentang konsep ini. Misalnya, orang hebat yang meninggalkan karya, sehingga namanya masih sering disebut-sebut dan dinukil. Namun, sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai dalil orang yang meninggal pun sebenarnya juga "hidup", sehingga ia masih biasa diajak dialog.
     Kata fi sabilillah dalam ayat tersebut mengindikasikan tentang orang-orang shaleh atau orang yang memliki kedalaman spiritual. Jadi, dialog itu hanya bisa terjadi antara orang shaleh dengan ruh yang sudah meninggal yang memiliki riwayat hidup sebagai orang yang baik atau memiliki kedalaman spiritual. Maka, orang jahat atau buruk perilakunya saat masih hidup, ruhnya tidak bisa diajak dialog oleh orang yang masih hidup. Sebab, mereka tidak memiliki kapasitas ini.
     Hal yang utama dan perlu dicatat adalah untuk bertemu dengan ruh orang yang meninggaldunia itu perlu petunjuk dan Izin dari Allah, karena ruh adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Karena itu, salah satu cara agar bisa mengetahui dan berdialog dengan ruh adalah dengan jalan tarekat. Karena setiap tarekat itu mengajarkan makrifatullah, setiap makrifatullah yang sudah matang akan mengetahui hakikat Allah dan itu menjadi rahsia Allah.
    Banyak bukti yang menjadi landasan para sufi untuk menjelaskan bahwa dialog dengan ruh dapat dilakukan oleh manusia. Kisah perjalanan Isra dan Mi'raj-nya Nabi Muhammad saw. yang bertemu para Nabi di langit adalah salah satunya. Bahkan orang dengan derajat yang jauh di bawah Nabi juga banyak mengisahkan cerita tentang adanya dialog dengan orang yang telah meninggal dunia.
    Salah satunya adalah yang dikisahkan oleh Haji Juri. Seorang tokoh agama di Desa Geritayu, Kabupaten Pati. Dia mengetahui tentang derajat kewalian ayahnya, KH. Mochtar, setelah diberi tahu oleh KH. Hambali, seorang pengasuh pondok pesantren terkenal di Caruban Lasem.
    Haji Juri sebetulnya tidak pernah menganggap bapaknya itu termasuk yang dikasihani oleh Allah. Rahasia itu terbongkar setelah tanpa disengaja ia bertemu dengan KH. Hambali yang datang ke Desa Garit. Kyai Hambali itu bisa menceritakan seluruh kebaikan dan sifat-sifat KH. Mochtar. Bahkan ia juga paham betul bentuk fisiknya. Meskipun KH. Hambali sendiri tidak pernah kenal dan berjumpa secara fisik dengan KH. Mochtar.
     Itu karena KH. Hambali adalah ulama yang diberi izin Allah untuk dapat berkomunikasi dengan kekasih Allah yang sudah meninggal dunia. Dia memiliki kemampuan berdialog langsung dengan orang yang dikehendaki. (Lihat kertegmuda.wordpress.com) Menurut ajran sufi, bertemu denagn ruh bisa melalui berbagai cara. Baik itu pandangan batin, mimpi, atau melalui perasaan. Bahkan bertemu secara kasat mata dan berdialog langsung juga bisa.
     Apa yang dialami oleh Al-Abbas bin Abdul-Muthalib, misalnya ia pernah berdialog dengan orang yang sudah meninggal dunia lewat mimpi. Al-Abbas berkata, "Aku benar-benar ingin bertemu Umar dalam mimpi. Sebab terakhir aku bertemu dengannya hampir setahun yang lalu. Maka ketika aku benar-benar bermimpi bertemu dengannya, dan dia sedang mengusap keringat di dahinya, dia berkata, "Inilah waktu kosongku. Hampir saja semayamku berguncang, kalau tidak karena aku bertemu dengan orang yang penuh belas kasih."
     Kisah lain adalah ketika Syuraih bin Abid Ats-Tsamaly hampir mendekati ajal, Ghidhaif bin Al-Harits masuk ke dalam rumahnya dengan sikap yang amat serius seraya berkata, "Wahai Abul-Hajjaj, jika engkau bisa menemui kami setelah engkau meninggal dunia lalu engkau mengabarkan apa yang engkau lihat, maka lakukanlah."
     Setelah Syuraih meninggal dunia sekian lama, barulah Ghudaif mimpi bertemu dengannya. Ghudaif bertanya, "Bukankah engkau benar-benar telah meninggal?"
     "Begitulah," jawab Syuraih.
     "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Ghudaif.
     "Rabb kami mengmpuni dosa-dosa kami, dan tidak ada yang mendapatkan siksa kecuali Al-Ahradh," jawab Syuraih.
     "Siapa yang dimaksukan Al-Ahradh itu?" tanya Ghudaif.
     "Orang-orang yang dituding dengan jari orang banyak karena sesuatu," jawab Syuraih.
     Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz berkata, "Aku mimpi bertemu ayahku setelah beberapa lama ayah meninggal dunia, yang seakan-akan dia sedang berada di sebuah taman. Ayah menyodoriku beberapa buah, yang kutakwil sebagai anak. Aku bertanya, "Apa amal yang paling utama menurut apa yangdilihat ayah?"
    "Istighfar, wahai anakku," jawabnya.
   
    Jadi, betapa banyak kisah yang menunujukkan kepada kita bahwa dialog dengan ruh orang yang sudah meninggal dunia itu bisa terjadi. Semua itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kedalaman spiritual yang tinngi. Orang semacam ini biasanya adalah orang-orang shaleh seperti ulama dan para sufi. Mereka adalah orang-orang yang suka tikarat. Dengan jalan ini, mereka pun bisa menembus alam lain yang tidak bisa dilakukan manusia biasa, tentunya seizin Allah swt.
    Namun, seperti yang ditulis M. Luqman Hakiem, seorang pakar tasawuf, mereka yang terlibat dalam dunia sufi pun tidak dijamin sepenuhnya mampu bertemu dengan arwah itu sendiri. Tidak semua bisa, dan tidak semua yang mengaku sebagai sosok ruh yang sesungguhnya. Apabila si sufi itu masih diliputi hawa nafsu, maka yang hadir justru jin.
    Benar, tasawuf hanyalah jalan seseorang untuk bisa berdialog dengan ruh. Karena itu, tidak semua para sufi bisa melakukannya, kecuali orang yang memiliki kedalaman spiritual yang sangat tinggi. Namun, yang jelas ujar M. Luqman Hakiem, berdialog dengan ruh memang mungkin dan bisa dilakukan. Tetapi prasyarat ruhani harus menjadi pertimbangan kuat. Benar dan salah bukan didasarkan pertimbangan menang dan kalah. Kadang kebenaran itu kalah dan kadang-kadang. Kebatilan juga demikian, kadang menang, kadang kalah. Wallahu a'lam bil shawab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar